Kamis, 18 Juli 2013

Belajar dari seleksi alam di teluk kiluan


Beberapa waktu lalu sahabat kami datang dari jakarta, Vika, Intan, dan Eko lebih tepatnya mereka dari tim jejak petualang. Dan sudah beberapa hari di propinsi lampung. kami berjumpa di sebuah hotel di sekitaran kota Bandar Lampung, karna mereka menginap di hotel. ternyata sudah 12 hari mereka berpetualang di tanah Ruwai Jurai, banyak yang mereka ceritakan  tentang lampung dengan segala isi hutan rimbanya, sebelumnya mereka berpetualang ke daerah suoh #lampungBarat . dan akhirnya mereka ingin mengetahui tentang laut lampung, pulau dan pesisirnya. tujuannya melihat lumba-lumba dari teluk kiluan tanggamus.
Wisata kiluan memang sedang naik daun beberapa tahun belakangan ini, dulu tidak ada yang mengenal teluk ini. sampai pada akhirnya Riko stefanus pendiri ekowisata cikal hadir. Dengan rajut tangannyalah kiluan dikenal sebagai tempat wisata.
Pada pukul 9 pagi kami akhirnya berangkat menuju teluk kiluan, dengan dengan harapan bisa melihat lumba-lumba di perairan yang masih masuk teluk semangka. Dulu memang lumba-lumba ada di teluk kiluan tapi itu puluhan tahun yang lalu. Karna maraknya pengeboman ikan dan potasium di teluk kiluan. Untuk melihat lumba-lumba, Sekarang kita harus jauh menuju keluar dari teluk kiluan untuk dapat melihat aksi lumba-lumba.
Tapi sayangnya beberapa hari hunting lumba-lumba tidak bisa kita jumpai, karna  beberapa faktor ALAM atau MUNGKIN exploitasi yang berlebihan. Karna bila musim libur semua kapal jukung dikiluan dikerahkan untuk mengantar wisatawan agar dapat melihat lumba-lumba. Sehingga sedikit ruang gerak lumba-lumba untuk muncul mengambil nafas, serta bisingnya mesin mesin kapal. Atau traumatis perburuan lumba-lumba yang dulu di lakukan oleh nelayan untuk umpan hiu.
MUNGKIN Karna lumba-lumba mahluk sosial, kemunculan lumba-lumba di sebabkan nelayan yang ingin mencari ikan, menjadi daya tarik lumba-lumba untuk ikut mencari makan juga, tapi kini hanya di jadikan sebagai objek kepuasan wisatawan dan keuntungan Bagi manusia. Dampak lingkungan dari massive tourism, banyak wisatawan berarti baik untuk keuntungan manusia, tapi dapat mempercepat hancurnya suatu ekosistem.
Dan akhirnya meliput lumba-lumba pun di urungkan. 
Tanpa sengaja para sahabat petualang ini pun melihat rak-rak rangka penanaman terumbu karang, yang sudah di tanam oleh komunitas Coral Culture beberapa tahun lalu, dan masih di lakukan hingga sekarang. dan mereka tertarik untuk meliputnya untuk di angkat ceritanya. di bantu pak amin penduduk lokal yang sudah di beri sedikit bekal pengetahuan tentang menanaman terumbu karang, oleh seorang PENDATANG yang tidak begitu dikenal baik oleh penduduk sekitar karna sifatnya yang deffensive 'tapi asli anak pribumi lampung' sahabat kami yang baru beberapa tahun belakangan gencar  mempromosikan penanaman terumbu karang di beberapa pulau di teluk lampung bersama komunitas kecilnya coral culture. 
Akhirnya mereka mendapatkan ide untuk meliputnya, agar dapat memberi pesan moral kepada para penggiat wisata bahari yang datang, mau menjaga dan menanam terumbu karang. Tidak ada terumbu karang berarti tidak ada ikan, tidak ada ikan kecil berarti tak ada ikan besar termasuk lumba-lumba. Tujuannya agar lumba-lumba bisa hadir kembali ke teluk kiluan, dan wisatawan tak perlu jauh jauh keluar teluk untuk melihat lumba-lumba.
Dan Setelah beberapa hari menginap di teluk kiluan tepatnya di pondok anak abah @ kiluandolphin. para sahabat kami pun ingin melihat cara menangkap ikan dengan cara yang paling primitive 'spearfishing', cara ini jauh sebelum manusia modern 'kita' mengenal kail, jaring, serta bom dan potasium. Menombak adalah cara untuk mendapatkan ikan. oleh Orang lampung asli menyebutnya tirukh atau payau. Tapi dikiluan banyak pendatang dan beberapa dari para pendatang menyebutnya ngeter. Tapi para sahabat kami melakukan spearfishing bukan di TELUK KILUAN. Melainkan di luar TELUK KILUAN 'pulau tutungkalit dan batu kereta' karna di dalam teluk kiluan banyak hiu nya tak jarang ikan hasil spearfishing di rampas hiu.
Jenis ikan yang di tombak pun bukan ikan yang di lindungi seperti marlin,ikan layaran, hiu, napoleon, serta ikan yang di lindungi lainnya. Melainkan mengambil ikan yang banyak populasinya sperti red Parrot fish pemakan terumbu karang. Dan mengambil ikan secukupnya. We eat what we catch. Tidak over fishing tentunya.
Para sahabat kami ini meliput beberapa adegan saat spearfishing, dan ada beberapa pesan yang di sampaikan dari spearfishing. Mengambil secukupnya serta selective hunting.
Setelah 5 hari berpetualang bersama para sahabat kami dari akhirnya mereka meninggalkan teluk kiluan dan langsung menuju jakarta. Dan kami tetap melanjutkan penanaman terumbu karang, serta mengajak nelayan untuk lebih bijak dalam menangkap ikan dengan cara ramah lingkungan yang telah di ajarkan turun menurun oleh leluhur kami.


Semoga tidak ada pihak pihak yang merasa dirugikan atas tulisan dan tayangan video ini. Kami mohon maaf bila ada pihak yang merasa di sudutkan, dirugikan. ajaklah kami, rangkullah kami sebagai adik untuk meluruskan dan menyelesaikan masalah.
Best regard
Jimmy

Note:
Judul yang di berikan bukan dari kami judul dan narasi di kembangkan oleh tim jejak petualang


http://m.mytrans.com/video/2013/05/14/49/17/27/10100/dibalik-nama-besar-teluk-kiluan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar