Kita mungkin sudah banyak mendengar tentang hutan bakau dan terumbu karang. Namun, samudera dunia juga miliki ragam ekosistem bahari lain, diantaranya padang lamun, rawa asin dan lahan gambut pesisir.
Mangrove/bakau
Hutan gambut kalimantan
Rawa asin amerika
Ekosistem-ekosistem ini masih jarang didiskusikan sehari-hari. Ayo kita mulai bahas - dan mulai selamatkan.
Bersama hutan bakau (mangrove), padang lamun (seagrass), rawa asin (salt marshes) dan lahan gambut pesisir (coastal wetlands), adalah ekosistem kaya manfaat yang sudah lama bantu masyarakat bertahan - layaknya hutan bakau dan terumbu karang. Mereka menjadi sumber bahan pangan, kayu-kayuan, pusat keragaman spesies penting, pelindung pesisir, hingga menyaring nutrisi dari aliran air tawar darat.
Satu manfaat besar di era perubahan iklim saat ini adalah jasa ekologis mereka dalam penyerapan/sekuestrasi karbon (carbon sequestration).
Bukti ilmiah hingga kini terus bertambah, menguak bahwa ada ekosistem-ekosistem laut tertentu yang berperan sebagai rosot karbon (carbon sinks). Dengan fungsi ini berarti ekosistem berkemampuan menyerap dan memindahkan jumlah besar karbon dari atmosfir setiap harinya, dan menyimpan/mengendapkan-nya dalam badan tumbuhan atau sedimen tempat tumbuh - untuk waktu yang lama.
Sayangnya, mereka juga termasuk ekosistem yang terancam keberadaanya. Bagian dari ekosistem dengan laju penghabisan tercepat saat ini, dikesampingkan oleh aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan.
Sejalan menghilangnya ekosistem-ekosistem ini, tidak saja karbon yang disimpan mereka otomatis terlepas, juga menyempitnya kawasan ekosistem tersebut berarti lebih sedikit karbon yang bisa di-sekuestrasi dari atmosfir bumi kedepannya.
Dari seluruh karbon biologis yang tersimpan didunia, lebih dari separuh (55%) di'simpan' oleh organisme laut hidup - sebab ini disebut 'karbon biru' ('blue carbon').
Beberapa habitat laut yang paling handal menjadi 'karbon biru' diantaranya: hutan bakau, padang lamun dan rawa asin. Luasan habitat mereka hanya menutup 0.5% dari lautan dunia, namun menahan 50% simpanan karbon dunia di sedimen laut. Kasarnya, tiap kilometer persegi luasan habitan ini terdapat lima kali lebih banyak simpan karbon dibanding hutan hujan tropis.
Karbon biru dalam wujud vegetasi pesisir juga menyerap karbon jauh lebih efektif - hingga 100 kali lebih cepat - dan lebih permanen dibandingan hutan daratan.
Substrat gambut tempat vegetasi tumbuh menyimpan karbon dalam lapisan vertikal yang menebal. Sebab sedimen didasar habitat-habitat ini umumnya anoksik (minim/tidak ada oksigen). Dalam keadaan ini kandungan karbon organik tidak terurai dan dilepas hanya oleh mikroba di dalam sedimen itu sendiri.
Substrat pesisir mampu menahan karbon hingga ribuan tahun, berlawanan dengan hutan daratan dimana karbon terpusat di pohon.
Sebagai contoh, kunjungilah hutan mangrove. Kita bisa melihat sedimen kaya zat organik yang 'berkumpul' di akar mangrove, dan menebal sejalan pertumbuhan vertikal bakau. Ini membuat hutan bakau sangat efektif menangkap dan menyimpan karbon yang dilepas oleh manusia melalui gas emisi pembakaran bahan bakar fosil.
gambark bagaimana karbon di atmosfir diserap dan ditahan vegetasi lahan basah di pesisir.
Inilah cara sebenarnya mengembalikan karbon yang kita telah kita dari lapisan prehistorik di dalam bumi dalam bentuk minyak. Dan sebaliknya, dengan penghabisan ekosistem dan habitat pesisir dan laut yang menyimpan 'karbon biru', berarti melepaskan jumlah besar karbon, memperburuk dampak perubahan iklim global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar